Hujan Kedua

Masuk musim hujan, cuaca semakin dingin. 
Semenjak hujan kemarin malam, dan kehangatan akan kenangan yang belum pulih itu masih membekas pastinya bagi mereka. Akhirnya aku temui pria itu untuk berbagi cerita tentang bagaimana hujan dan lembutnya kasih sayang bisa tumbuh di antara mereka. Dengarkan ia bercerita kawan.

"Kalau ditanya tentang hujan, aku dan dia mungkin sudah dikisahkan untuk bertemu, bersama, dan menikmati hujan sepertinya. Semenjak malam itu jujur saja aku bagai seseorang yang lupa akan semua masalah dunia, senyum dan musik santai bernadakan romansa menjadi teman ku. Panggilan dengan nada senyum itu memang ajaib kawan, aku seolah ingin mengenalnya  lebih dalam dan bisa bercanda ria dengan wanita dengan mata indah itu. Hujan pertama kami sangat berkesan untuk ku karena mungkin itu pertama kali nya aku bisa berbagi hujan dengan seorang wanita kawan. Hari berganti bagai genderang perang, jujur saya hati ku tak tenang karena masih terhipnotis matanya, wajahnya, senyumnya atau lebih singkat dirinya. Sampai satu malam itu aku nekatkan niat ku, ku ajak dia keluar dari penatnya kota dan menghabiskan waktu berdua bukan hanya sebagai dua insan yang ingin memulai mencoba rasa kasmaran tetapi juga mencoba menikmati bahwa teman adalah pasangan yang tuhan tetapkan dalam hati dengan tempo tak terbatas waktu."

Pria itu pun berhenti sejenak meminum air putih yang ia bawah, sambil bertanya apakah aku akan membeberkan kisah ini, aku hanya membuat dia yakin bahwa hidup ini harus menjadi sesuatu dia nikmati bersama-sama orang yang ia rasa tepat dan tanpa memperdulikan penilaian orang. Gelak tawa malam itu pun pecah tatkala temanku ini menjadi sosok yang sangat tidak serius dan terus bercanda. Sembari bercanda ia juga sebenarnya menyisipkan kisahnya. 

"Perjalanan bukan didasari rencana yang matang atau berjenis kejutan, perjalanan kami berdua pagi itu hanya berdasarkan kemana hati ingin membawa kami. Jujur ya, sebenarnya aku belum pernah keluar dari daerah kampus juga. Intinya biarkan hari mu penuh kejutan, keanehan, dan ketidak sesuaian dengan harapan karena hal yang bakal menimbulkan banyak cerita kecil yang bakal dinikmati nanti. Ku pacu motor itu meliuk-liuk melintasi bukit, ku rasa semilir angin, mendung yang muram, dan pastinya bensin yang hampir habis. Sampai lah kami di tujuan yang dipandukan oleh hati yang bahkan tidak tahu dia mau kemana. Hujan kali itu masih berbentuk kabut lembut nan dingin, aku dan dia mulai berjalan menanjaki jalanan melihat hasil peradaban manusia dahulu, semakin kami berjalan keatas, semakin terasa bahwa aku ingin menggenggam tangannya atau sekadar menatap matanya. Teman, seperti nya cerita ini ku sambung esok saja, karena ada hal lain yang ingin aku lakukan.”

Sejenak ia pun mengambil tas nya lalu pergi, aku pun bertanya “ kapan kau akan bercerita lagi?” dengan terburu ia menjawab, “ tunggu aja hujan sekali lagi !”.

 Gambar terkait

Komentar